Selamat datang di Yayasan Pendidikan TK/SD Xaverius 1 Jambi. Media ini sebagai media informasi, komunikasi dan pembelajaran.

Senin, 04 September 2017

From DID-AYD with Joss

1. 1 Jam (DID Palembang 28 Juli-1 Agustus 2017)
Kontingen Jambi

Banyak hal terlintas dalam pikiran selama proses persiapan bahkan selama DID berlangsung. Begitu banyak pertanyaan dan sugesti yang akhirnya menjadi perdebatan pribadi tentang bagaimana kalau begini begitu, mengapa harus ini itu, apakah harus begini dan begitu sehingga membuat benteng di kepala sendiri. Kondisi ini membuat saya kurang bisa menikmati proses awal DID sebagai volunteer. Hanya saja, rasa penasaran dan keingintahuan apa yang akan terjadi besok dan besok membuat berani melangkah dan melepaskan diri dari zona nyaman. Ibarat mengosongkan cangkir dengan melepas semua atribut agar penuh dengan hal baru.  Pada proses ini berperan sebagai volunteer penuh tugas dan tuntutan seklaigus sebagai peserta sungguh menjadi tantangan yang luar biasa menguras tenaga dan pikiran.






Kegiatan yang cukup riuh dan padat rasanya membuat semua orang seakan lebur dan mencair menjadi satu bahkan melupakan sekat bahasa dan budaya. Penyambutan, opening ceremony dan sesi keakraban yang sungguh luar biasa dan menyentuh hati banyak orang. Bahkan peristiwa sederhana penyambutan kontingen di bandara mampu melahirkan paradigma baru tentang begitu hangat dan sederhananya orang Indonesia di mata saudara/i dari negara lain. Namun, bagi saya pribadi ada sebuah peristiwa tak terduga yang sungguh menoreh dalam hati banyak orang.

Di hari ke 3 proses DID, setelah bersenang-senang keliling banyak tempat yang menjadi ikon kota Palembang, tersisa 1 jam yang akhirnya memberi warna tersendiri dalam proses DID yang saya alami bersama keluarga angkat dan teman berbeda negara. Berawal dari ketidaksengajaan untuk mengisi 1 jam kosong dan mencari tempat istirahat, saya dan Tanya mengajak beberapa teman untuk istirahat di rumah keluarga tempat kami live in. Kami memang sudah tahu bahwa Akong (sebutan untuk kakek) mengalami stroke sudah hampir 20 tahun, hanya belum sempat menjenguk karena harus berangkat pagi dan pulang hampir tengah malam. Teman yang kami ajak dengan antusias ingin bertemu dan menghibur Akong. Maka selama hampir 30 menit kami bernyanyi untuk menghibur Akong dan berdoa untuk kesembuhan beliau. Hal yang sungguh tak diduga bahwa Akong ikut bersuara walaupun hanya gumaman saja tapi wajahnya cerah dan ceria mengikuti alunan lagu. Tangannya pun bergerak dan dengan hangat menggenggam Kevin dan menatap kami semua.


Bersama Oppa yang sakit



Setelah kunjungan singkat, teman dari Malaysia (Joel dan Cherry) menghampiriku dan berkata ‘Dari kemaren kita banyak bersenang-senang dan sorak sorai tapi hari ini saya merasa diberkati sudah diajak ke sini dan bertemu Akong untuk menghibur beliau. Bonus yang luar biasa.” Tentu saja tidak ketinggalan dengan logat Malaysianya. Ibu Yanti (our beautiful foster mother) sebelum berpisah menyampaikan terima kasih karena menghibur Akong. Apa yang kami perbuat untuk Akong benar-benar menyentuh hati keluarga ini dan tak lupa ia memberi tanda salib dikeningku dan Tanya. Hal yang jarang kudapati sebagai anak rantau dan mungkin juga Tanya.
proses buat pempek

Lift nya jadi sasaran tembak

Ngajarin budak India buat pempek

Aku berpikir inilah hadiah sesungguhnya dari proses DID ini. Bertemu dengan keluarga muda yang luar biasa, teman-teman beda negara dan suku, mempunyai ikatan sederhana sebagai kakak, abang dan teman (untuk pertama kalinya punya 2 adik yang panggil cece). Melebur dalam keceriaan bersama orang yang tak pernah kita temui sebelumnya dan merasakan suka cita sebagai orang Katolik ala orang muda. Orang muda Asia yang beragam bukan hanya suku, budaya dan bahasa tapi bisa mengikat hubungan luar biasa dalam cinta kasih.
Pempek tangan India made by Tanya Dcosta


2. AYD Jogja 2-7 Agustus 2017
Rasanya seperti landak yang meregangkan durinya ketika mendengar pengumuman harus dibandara pukul 04.30 padahal penerbangan pukul 8 pagi. Sial! Padahal kegiatan baru berakhir pukul 10.30 dan harus packing. Begitulah keluhanku sebenarnya. Namun seperti seorang murid yang siap diutus apapun kondisinya maka seluruh peserta AYD yang juga murid-murid juga harus siap dengan semua konsekuensi perutusan yang diterima.


Selama proses AYD semakin beragam hal dijumpai dan tentunya perkenalan yang semakin luas dan banyak. Hari pertama yang cukup panjang dan baru sehingga butuh adaptasi baru. Pada saat persiapan misa pembuka, keriuhan tentunya terfokus pada arakan pakaian tradisional dari berbagai daerah dan negara. Hal yang sangat mengesankan bahwa komunikasi terjalin dari rasa saling penasaran dan keinginan untuk foto bersama dan bahasa bukan menjadi kendala karena manusia kreatif menggunakan gerak tubuh. Prosesi yang meriah dan riuh.

Hari-hari menjalankan proses AYD, dipenuhi dengan suka cita orang muda, bernyanyi, ekspresi cinta negara, misa setiap pagi, bertemu, berfoto, berbagi tanda mata, instagram, facebook dan obrolan kampung halaman masing-masing. Namun, tak lupa menimba kekuatan rohani lewat misa setiap hari dengan yang dipersembahkan dalam bahasa Hindi, Mandarin, Korea, Jepang dan Inggris. Hanya saja ada beberapa pengalaman yang begitu menarik bagiku.

Pertama adalah country exibition yakni kesempatan mengenal ensiklik Laudato Si yang dijalankan di negara masing-masing. Peserta diberi petunjuk dan diminta menebak lewat kunjungan stand. Hanya saja hal yang menggelikan bahwa sepertinya banyak (ada beberapa yang bertanya juga) mengisi jawaban dari kertas teman dan akhirnya lupa bertanya pesan atau tema yang ingin disampaikan dari stand negara tersebut lewat kampanye foto-foto mereka dan lebih mengejar stempel dari stand. Bisa dipahami karena ada tawaran souvenir bagi yang berhasil menjawab semua dengan benar tapi setidaknya bisa berinteraksi dengan banyak orang dan mengagumi kekayaa budaya negara tersebut.
Kedua, mendapat kesempatan berinteraksi dengan karya misi gereja di Indonesia lewat eksposure. Pada kesempatan, saya berkesempatan bersentuhan dengan kehidupan anak-anak di sekolah Pangudi Luhur, Kalirejo. Sejak dini mereka diajarkan dekat dan mencintai alam lewat kurikulum sekolah. Bukan saja menanam, merawat tetapi mereka diajarkan mencintai lewat doa kepada tanaman yang baru ditanam dan menghargai makhluk lain yang mati dengan menguburkannya. Keceriaan mereka dengan menyentuh tanah lewat tangan dan kaki tanpa alas sungguh sederhana dan bebas. Bagi saya yang adalah guru di tengah anak-anak kota dimana orang tua mengejar prestasi sekolah anak lewat satu les ke les lainnya atau mencoba gudget tercanggih, pengalaman ini mengajarkan sebaliknya. Mereka bisa tertawa senang lewat daun dan hewan-hewan yang mereka temui. Ditengah situasi manusia menguras kekayaan alam tanpa belas kasih, anak-anak ini mencintai hal terkecil dari alam lewat doa dan tindakan mereka.



Ketiga, dalam proses AYD, beberapa rekan-rekan muda dari Muslim ikut berproses bersama peserta. Sebuah pemandangan yang luar biasa. Ketika Indonesia sedang over dosis karena agama, mereka hadir seperti oase yang menyejukkan dengan memperkenalkan Islam Indonesia yang sederhana, ramah dan bergaul. Dalam perjalanan menuju tempat eksposure, mereka begitu ramah memperkenalkan Islam. Bahkan salah seorang dengan berani mengatakan bahwa mereka mempercayai bahwa Tuhan itu dua. Satu Tuhanmu dan satu Tuhanku maka mereka menghargai dan menghormati kepercayaan lain. Ketika rekan dari negara lain berbagi cerita bahwa di negara mereka beberapa aliran Islam saling berperang, mereka berani berkata bahwa kami tidak seperti itu dan dengan bangga mengatakan bahwa kami Islam Indonesia yang mengimani Islam dengan cara Indonesia, yakni Pancasila. Sungguh pernyataan berani yang menggugah hati, bahwa mereka menunjukkan hati mereka yang luar biasa.

Diakhir semua proses AYD yang cukup panjang, menerima rekonsiliasi lewat adorasi dan pengakuan dosa bagi saya sebuah penutupan yang lengkap. Berdamai dengan Tuhan dan sesama serta siap diutus menjadi rangkaian yang utuh. Bukan hanya menerima sekedar keriuhan dan suka cita pesta tapi bisa menerima keriuhan dan suka cita juga lewat pengampunan.
rasanya waktu jalan di Malioboro isinya peserta AYD semua

Secara keseluruhan, proses DID – AYD membuka perpektif yang baru dalam hidup saya. Seperti kata seorang uskup (saya lupa namanya) bahwa kehadiran orang muda sebagai tanda bahwa gereja diteruskan. Hanya saja sebagai gereja masa depan, orang muda bukanlah pemain cadangan yang mulai berperan ketika waktunya tiba. Namun, orang muda harus mulai berperan dari sekarang untuk ambil bagian hingga saatnya orang muda bisa berdiri sendiri menentukan seperti apa gereja di masa depan. Ditengah kemajuan tehnologi dan globalisasi, orang muda dengan mudah saja terseret dan hanyut di dalamnya atau melupakan iman karena tergecet di tengah berbagai kepentingan dan kebutuhan. Namun, kehadiran Asian Youth Day menjadi alarm bagi orang muda untuk kembali memurnikan panggilan lewat baptisan yang diterima. Keluar dari sikap ke ‘aku’ an dan kembali ke tengah masyarakat Asia yang beragam dan mewartakan suka cita injil seperti jargon dan theme song ‘Joyful, joss’. Mewartakan injil lewat spirit orang muda. Bagi saya pribadi DID – AYD sesungguhnya adalah sekarang, setelah semua keriuhan dan suka cita pesta berakhir. Kembali ke kehidupan bermasyarakat dan ber DID – AYD bersama masyarakat dan jangan lupa mencintai alam lewat hal-hal kecil.                                                                                                                                                     
“To every action there is always opposed an equal reaction.”
(Isaac Newton)


Tetap Joss, Jangan Lupa Joyful Joss

Bonus Pict
She called me 'Didi"



Foster Family


Olop is in the lake yow...

Darryl and Tanya from India

Amazing people


Harry Potter from India



Makan disini enak...yang dipalembang pasti tau

Someone from Thailand..Katanya tuh hiasan kepala berat amit

Gak sengaja ketemu sesama 'Garang"

Karena ada Tanya dapat kesempatan pakai saree dari India (nepotisme dikit)


Pinter narinya

Pangudi Luhur Kalirejo

Oppa di film Korea mah biasa. Oppa ikut AYD baru warbiasah
#saranghaeoppa

ini semut ikut AYD..kreatif

Para uskup dan Mentri Jonan
#kitadapat51%sahamFreePort

small chat with Jesus

Father from Bangladesh

Kurang gawe

Apalagi ini




Uskup Semarang dapat patung Kanak-kanak Yesus
#shootbyekopindhi

Time to say Good bye


Tidak ada komentar:

Posting Komentar